Merdeka Belajar dan Belajar Merdeka

 
 

Tahun ini kita merayakan hari kemerdekaan Indonesia yang ke-76. Hari kemerdekaan ini adalah momentum yang sangat penting untuk kita melakukan refleksi terhadap perjuangan bangsa Indonesia dan untuk dapat lepas dari penjajahan bangsa lain. Kemerdekaan adalah kebebasan kita untuk mengatur diri sendiri, menentukan nasibnya sendiri, dan bebas dari campur tangan serta penindasan.  

Proklamasi kemerdekaan Indonesia memang menjadi puncak dari perjuangan bangsa Indonesia yang telah berlangsung ratusan tahun lamanya. Meski begitu, proklamasi ini bukan akhir dari perjuangan itu sendiri. Proklamasi justru hanyalah sebuah titik awal bagi bangsa yang baru merdeka ini. Melalui proklamasi kita gantungkan cita-cita kemerdekaan dan melalui hari kemerdekaan ini kita refleksikan diri, memahami lagi alasan para pahlawan rela berkorban mati-matian demi kemerdekaan yang bahkan mereka sendiri tidak bisa menikmatinya. 

Tertulis jelas dalam pembukaan UUD 1945 yang dibacakan perdana 76 tahun yang lalu, bahwa salah satu cita-cita Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengapa para pahlawan mempertaruhkan nyawanya demi mencerdaskan bangsa? Para pendiri bangsa  sadar betul bahwa pendidikan akan mengantarkan bangsa ini mencapai makna merdeka yang paling tinggi yaitu kemerdekaan yang hakiki.  

Kondisi pandemi sekarang ini sangat relevan untuk menguatkan kembali cita-cita kemerdekaan. Bangsa dengan pendidikan yang maju tentu lebih siap dalam menghadapi pandemi, entah itu melalui teknologi ataupun yang lainnya. Pendidikan bukanlah sebuah perlombaan untuk dibandingkan. Pengambilan kebijakan yang tepat adalah yang terpenting untuk bangsa ini demi bisa menetapkan arah dan tujuan pendidikan nasional.  

Setelah mempelajari dan berdiskusi dengan para pemangku kepentingan pendidikan pada tahun 2019 kementerian pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan kebijakan merdeka belajar.   

 Ada empat kebijakan merdeka belajar yang pertama yaitu USBN, Ujian Nasional,   

Tentang USBN, merdeka belajar mengembalikan makna evaluasi dikembalikan kepada sekolah yang memang semestinya sebagai penentu kelulusan. USBN selama ini dirasa tidak optimal dalam menilai secara holistik dalam menguji kompetensi siswa yang tidak mungkin hanya dalam bentuk pilihan ganda. Bagi sekolah yang ingin menerapkan pengujian yang lebih holistik hal ini tentunya menjadi kesempatan yang tidak boleh disia-siakan.  

 Yang kedua adalah penghapusan Ujian Nasional atau UN. Ada beberapa isu tentang ujian nasional. Pertama, selama ini materi UN yang terlalu padat membuat guru dan sekolah berorientasi mengajarkan materi, bukan kompetensi. Kedua, UN sudah menjadi beban stress bagi guru, siswa, sekolah, dan orang tua. Hal ini terjadi karena UN berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu. Ujian nasional idealnya adalah untuk melakukan asesmen terhadap sistem pendidikan, sekolah, geografi, maupun sistem pendidikan itu sendiri secara nasional. Serta UN hanya menilai aspek kognitif saja belum menyentuh karakter siswa secara holistik.  

Perubahan yang dilakukan adalah dengan melakukan asesmen kompetensi minimum (akm) dan survey karakter. Dengan AKM ini kita dapat memetakan kompetensi sekolah secara minimum. Materi AKM meliputi aspek kognitif yaitu literasi dan numerasi serta survey karakter.   

Literasi bukan hanya kemampuan membaca saja, tetapi kemampuan menganalisa sesuatu di balik tulisan tersebut. Sementara kompetensi numerasi adalah kemampuan menganalisa angka dan matematika. Hal ini merupakan kompetensi minimum yang dibutuhkan murid untuk belajar apapun materinya apapun pelajarannya. Jadi bukan berdasarkan pelajaran.  

Sementara survey karakter hal ini sangat penting. Selama ini kita tidak punya data bagaimana implementasi karakter diterapkan di sekolah. Kebahagiaan siswa, toleransi, perundungan serta kuatnya asas-asas Pancasila diterapkan di sekolah.  

AKM akan diterapkan di tengah jenjang agar ada waktu bagi unit pendidikan untuk melakukan perbaikan. Kedua, tidak dapat digunakan sebagai syarat menuju jenjang berikutnya.  

Serta inisiatif ketiga adalah penyederhanaan RPP. RPP yang selama ini ada 13 komponen menjadi tiga komponen saja.  

Esensi dari RPP itu bukan berdasarkan penulisannya, tetapi proses refleksi dari guru tersebut, bukan menulis dengan tujuan administrasi belaka.  

Yang terakhir terkait zonasi. Perubahan persentase untuk prestasi minimal 15% dan maksimal 30%. Zonasi bukan berarti pemerataan. Yang lebih mendesak adalah pada pemerataan kualitas guru.  

Kebijakan merdeka belajar ini tentunya merupakan ikhtiar yang dapat kita lakukan untuk memajukan pendidikan bangsa ini. Kebijakan yang lahir dari keresahan para pemangku kepentingan pendidikan yang diformulasikan oleh tangan negara serta implementasi yang membuka ruang bagi masyarakat untuk bergotong royong dalam inisiatif memajukan pendidikan Indonesia.  

Akhirnya, sebuah kebijakan hendaklah lahir dari permasalahan yang terjadi yang didiagnosa kemudian dicarikan solusi atau pengobatannya. Seperti proses pengobatan yang dimulai dari sebuah diagnosa, kesalahan diagnosa akan mengakibatkan kesalahan dalam proses pengobatan selanjutnya, maka kesalahan dalam menganalisis permasalahan pendidikan akan melahirkan kesalahan dalam pengambilan kebijakan.  

Apapun itu, kita patut bersyukur jika kita tidak dapat mengobati seluruh penyakit pendidikan kita, minimal kita sudah mulai mengobati gejala-gejala yang kita temukan dalam dunia pendidikan kita.  

Terakhir penulis mengajak kepada segenap rekan-rekan guru untuk terus meningkatkan kompetensi kita sebagai guru karena sebaik apapun kurikulum dan kebijakan pendidikan pemerintah, akan sia-sia jika gurunya tidak memiliki kompetensi. Tetapi jika pendidiknya berkualitas dan memiliki kompetensi pendidikan kita akan maju betapapun sederhananya kurikulum dan kebijakan pendidikannya. Karena kita sebagai guru adalah pengembang kurikulum sesungguhnya.  

Selamat merdeka merdeka belajar  

Belajar atau mati!  

Agustus 2021  

Penulis  

Ahmad Fauzi, S.Pd.  

Previous
Previous

ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ 

Next
Next

Mari Mengenal Empat Pesawat Karya B.J. Habibie yang Membuat Indonesia Bangga!