Kembali Bersua, Dalam Rupa yang Semoga Berbeda
Oleh: Gumilar Ismail M, S.Pd
Hampir dua belas purnama saat terakhir kau hadirkan derai
Namun, di awal hilal kau kembali hadirkan sorai
Belum penuh hal - hal baik untuk menyambutmu kupajang dalam gerai
Dengan penuh kewarasan kusadari semuanya masih banyak tercecer terurai
Harapan yang seakan formalitas selalu terucap dalam benak,
"Semoga kita berjumpa lagi, dan aku akan lebih baik lagi kelak".
Huh. Namun, tetap saja tak ada perubahan yang telak
Kau pergi dan terucap lagi harapan yang sama tak pernah beranjak
Tengadah tak pernah berhenti mengarah kepada Dzat yang tak pernah lelah
Manusia hanya diberikan lintasan usaha dalam harap yang pada akhirnya hanya bisa berserah
Karena sebanyak apapun harapan terucap
Pada akhirnya hierarki teratasnya adalah Sang Maha Penetap
SUJUDKU
Saat jiwaku rapuh, ingin teriak mengaduh aduh..
Saat hatiku sedih, perih rasa merintih rintih..
Saat suasana terasa bosan, tak ada arah dan tujuan,,
Saat semua sirna, hilang seketika..
Kulihat selembar kain lusuh , yang kusadari tak pernah tersentuh
Kuambil dengan penuh rasa bertanya, mengapa dan mengapa?
Percikan air itu, mengulang memori masa kecilku
Ku coba , dan kucoba untuk datang kepada-NYA
Seketika mulut terasa kelu, raga terasa kaku,
hanya air mata sebagai tanda untuk mengadu,,
Jiwaku telah kembali,,
Senyumku yang telah hilang kini hadir tiada henti
Karena sujudku, hidupku semakin berarti
Kini kuyakin hanyalah Engkau ,tempatku mengadu
-------Hikmah Purnamasari---------
BELENGGU
Karya: Rifdah ariibah
Debu dan angin berbau darah,
Bangunan hancur tak terlukis,
Mayat yang tergeletak di jalan.
Pohon rindang dengan daun berguguran,
Berjatuhan dan tergeletak,
Begitulah kami melihat nya,
Orang orang yang wafat oleh perang tak berkehabisan.
Tak ada kepastian,
Warna darah terus terpampang dalam mata,
Gelap, terang, kami ketakutan.
Akankah kami ditinggalkan?
Hanya ditatap dengan empati kasihan.
Saudara,
Kami terjajah,
Kami, butuh pertolongan mu.
Kami sudah cukup meneteskan air mata.
Meneteskan darah dan keringat.
Rumah kami hancur
sekolah tempat kami belajar hancur bersama tawa.
Kapan kami belajar di sekolah, tertawa dan bercanda dengan kawan.
Kapan rumah bisa menjadi tempat istirahat aman kami.
Berapa lama lagi kami terjajah?
Kami lelah,
Kami butuh kalian untuk terbebas dari belenggu ini.
Kami ingin bebas tertawa seperti kalian.
Kami ingin melihat langit yang cerah.
Tersenyum menikmati hari hari.
Tanpa rasa takut.
Tanpa melihat darah dan mayat tergeletak.
Beri kami kebebasan.
Beri kami rasa aman.
Beri kami tempat perlindungan.
Cukupkan pertumpahan darah ini.
Jangan bunuh masa kecil kami,
jangan kau bunuh tawa kami,
biarkan kami tumbuh dengan masa kecil yang bahagia.
BISIK SEMESTA
(Gumilar Ismail Mardiyanto)
Suatu hari di negeri bernama semesta
Bumi menyampaikan keluhnya dalam orkestrasi tanpa suara
Mengapa di atas pundakku begitu banyak kata tanpa tata
Yang menghujam sebabkan luka tak kasat mata
Langit menyampaikan gundahnya dalam kata tanpa bait
Mengapa dalam naunganku begitu banyak jerit
Memekakkan namun hanya ada kelit
Tak peduli, asal bukan diri yang terlilit
Mentari menyampaikan gelisahnya dalam cahaya
Mengapa begitu mudahnya bersuara dalam maya?
Mengapa begitu mudahnya jari menari tanpa tanya?
Mengapa begitu mudahnya mengalirkan tanpa tahu hulunya?
Bulan menyampaikan kesahnya dalam temaram
Benar dan salah tak harus membuat tenggelam
Berada di tepi manapun tak harus membuat karam
Resapkan kesejukan dalam setiap kalam
Pelangi menyampaikan pesan dalam warna
Merah berpesan agar tak meninggikan hirarki amarah
Jingga menitipkan berbuat baiklah tanpa hingga
Kuning mengatakan bermanfaatlah sampai ruh mengering
Hijau mengingatkan jika setiap kita akan selalu ditinjau
Biru berharap khalayak semakin layak ditiru
Nila berujar agar tak mudah mencela
Ungu berkata ingat pesan ini jika tak mau berakhir termangu
Si Abu-abu,, Dua Ribu..
Hikmah Purnamasari
Aku mungkin kecil,,,
Tapi aku tidaklah kerdil..
Aku mungkin lusuh,,
Tapi aku bukanlah seorang musuh,,,
Untukmu,,aku mungkin tak berarti,
tapi aku senantiasa memiliki arti..
Tanpaku, nilai itu takkan menjadi utuh,,
Namun denganku, semua akan menjadi satu
Dua Ribu,, ya hanya dua ribu,,
Selembar kertas abu,,
Sayangilah aku, si dua ribu,,,
Cibinong, 30 Ags 2021